Senin, 04 April 2011

Kasus 1: Sekolahan...

Berkali-kali Enjih menguap pelan saat berjalan malas menuju sekolahannya di ujung kampung sana. Pemuda itu masih terlihat mengantuk. Hmm..., efek gara-gara main game semalaman dengan adiknya (-__-"), akhirnya... dia jadi ogah-ogahan berangkat ke sekolah seperti ini. Sekali-kali, dia juga menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sepertinya..., kedua matanya juga masih berat buat diajak menuntut ilmu bareng-bareng. Wah..., siraman air dari Ibunya rupanya kurang tuh :D. Hehehehe..., nggak bangun-bangun juga padahal alarm sholat subuh udah berbunyi berkali-kali, si Ibu pun ambil segayung air kemudian menyiram Enjih supaya tuh anak bangun sampai-sampai..., tuh anak megap-megap sambil teriak-teriak kebanjiran gara-gara kaget. (^0^) (salah satu cara yang dilakukan orangtua kalau anaknya bangun kesiangan -__-").

Sebuah tepukan keras di bahu membuat Enjih meringis. Pemuda itu menoleh ke samping kanannya dan ternyata si Budi sama Bayu udah berada di sampingnya.

"Kenapa kamu? Kelihatan males banget?" Budi menyerngitkan dahi melihat Enjih kembali menguap.

"Semalam aku main game bersama adikku," jawab Enjih. "Sampe jam 1 pagi."

"Kalau Ibuku tahu jam 1 aku belum tidur, sangat diyakinkan kalau esoknya, peralatan gameku bakal disita," timpal Bayu.

"Makanya..., jangan sampai tahu, dong," balas Enjih datar.

"Sudah ngerjain Tugas Matematika?" Budi kembali bertanya.

Enjih mengangguk pelan. "Pagi tadi."

"Hei..., semangat dikit, dong," Budi menyenggol lengan kanannya. "Masa' kamu mau
ngantuk seperti ini terus dari pagi sampai siang."

Enjih diam, tidak menanggapi. Kalau lagi bad mood seperti ini dia memang lebih suka diam, tanpa berkata-kata. Sebentar lagi mereka sampai di tikungan kemudian jalan besar. Menyeberang, sampailah mereka di sekolah. Namun, pandangan ketiga pemuda itu berubah menjadi heran melihat sekawanan anak-anak berseragam seperti mereka, lari terburu-buru, menjauh dari sekolah. Beberapa mobil, motor, serta orang-orang juga terlihat sibuk berbalik arah.

"Hei...!! Hei...!! Ada apa ini?" Bayu menghentikan salah satu dari anak-anak itu. Dari bet yang dijahit di lengan kanannya, Bayu tahu kalau mereka siswa kelas satu.

"Anu..., Kak..., mending Kakak bertiga cepat pergi...!!" jawabnya terburu-buru dengan badan gemetaran. "Sekolah diserang...!! Tawuran, Kak...!! Tawuran...!!" setelah berkata seperti itu, dia buru-buru pergi menyelematkan diri bersama kawan-kawannya.

"Tawuran?" Budi menyerngitkan dahinya. Masa' sih?, pemuda itu berlari kecil, menuju ke tikungan untuk melihat kondisi yang sebenarnya. Begitu melihat di ujung gang sana, ekspresi wajah Budi berubah menjadi ketakutan. Siswa dari sekolah lain tengah menyerbu sekolah mereka, menyerang anak-anak sekolah dengan batu. Beberapa siswa dari sekolah Budi juga mengadakan perlawanan. Mereka balik menyerang.

Beberapa di antara siswa dari sekolah lain melihat Budi tengah memandangi mereka. lima dari gerombolan siswa penyerang itu berteriak, menunjuk ke arah Budi. Pemuda itu gelagapan ketika siswa-siswa itu mengejarnya sambil membawa senjata tajam. Dia langsung memberi isyarat pada kawan-kawannya untuk lari. Pertamanya, Bayu dan Enjih masih biasa saja ketika melihat Budi berlari ke arah mereka. Namun, begitu melihat para pengejar Budi, nyali keduanya langsung menciut. Serta merta, mereka bertiga lari tunggang -langgang menyelamatkan diri.

"Ke mana kita pergi?!" seru Budi dengan wajah pucat pasi. Dia membayangkan kalau dirinya bakal babak-beluk dihajar habis-habisan oleh para berandalan sekolah itu. Apalagi... mereka membawa senjata tajam. Bisa mati dia!!!

"Ke rumahku saja...!!!" seru Bayu lantang. "Mereka tidak akan berani masuk ke kompleks perumahan TNI...!!!" Ia makin mempercepat larinya. Hmmm..., rupanya latihan fisik yang sellau ditekankan Ayahnya setiap pagi berguna juga.

Mereka bertiga terus dan terus berlari sampai akhirnya tiba di gerbang kompleks perumahan TNI. Begitu masuk ke dalam, para pengejar langsung berhenti mengejar mereka. Kelima berandalan itu terlihat takut begitu melihat simbol-simbol TNI di kawasan perumahan itu. Haaa..., memangnya mereka mau dihukum oleh bapak-bapak anggota TNI?? Menghajar anak-anak itu di sana sama saja mereka cari mati!! Setelah berunding sejenak, kelimanya memutuskan kembali bergabung bersama kawan-kawan mereka.

Sementara itu, Budi dan kedua temannya masih terus berlari sampai akhirnya mereka tiba di titik yang dianggap aman. Beberapa Ibu-Ibu yang sedang menyapu halaman, menyerngitkan dahi melihat anak-anak berseragam itu berlari ngos-ngosan macam itu. Beberapa bapak-bapak anggota TNI juga sepertinya keheranan melihat mereka.

"HISH...!!" Enjih mengumpat kesal. "Siapa sih mereka...?! Berani-beraninya mereka menyerang sekolah kita...?!" gerutunya sebal. Ia bisa menjamin, sekolah hari ini pasti diliburkan.

Budi berusaha mengatur pernafasannya. "Dari atribut seragam mereka..., aku rasa... mereka siswa..."

"Mereka bukan siswa," potong Bayu sengit. "Mereka itu berandalan tidak tahu aturan yang tidak punya peradaban...!!" gerutunya marah.

Budia diam sejenak. Ia membiarkan kedua kawannya marah-marah terlebih dahulu. Setelah keduanya lumayan tenang, baru Budi melanjutkan kata-katanya kembali. "Mereka sepertinya dari SMA XXXX. Aku kenal baik atribut seragam mereka."

"Ya Tuhan...!!" keluh Enjih kesal. "Apalagi yang mereka ributkan dari kita?" gigi-giginya bergemelutuk keras.

Budi mengangkat bahu, tidak tahu.

"Aku rasa..., kita harus cari tahu tentang masalah ini," tukas Bayu. "Bagaimana kalau sekarang juga kita berkumpul? Coba sms Rina, Edo, dan juga Lita. Minta mereka untuk datang ke rumahku secepat mungkin." perintahnya dengan logat yang khas.

Budi dan Enjih mengangguk mematuhi.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar