Selasa, 29 Maret 2011

Catatan 16: Ibu Oh Ibu...

Kasih Ibu... terhadap beta...
tak terhingga sepanjang masa...
Hanya memberi...
tak harap kembali...
Bagai Sang Surya menyinari dunia...


Ibuku... merupakan orang yang keras tetapi... dia adalah seorang wanita yang sangat baik. Aku tak ingat berapa kali kenakalan yang kubuat hingga merepotkannya tetapi..., beliau selalu saja memaafkanku.

Jadi ingin mengenang masa kecil... (^___^), kawan-kawan ingat dengan masa kecil dulu tidak? Hahahaha..., saya ingin bercerita sedikit mengenai masa kecil saya. Tapi... jangan ditertawakan ya :)

Kalau tidak salah..., saat itu saya kelas 3 SD. Pernah..., suatu ketika saya ijin dari sekolah karena sakit. Namun, begitu sampai di rumah, perasaan saya ngganjel mengingat mata pelajaran IPA pada waktu itu. Akhirnya..., dengan badan meriang, saya pun praktek sendiri di rumah, membuat kapal Apollo (itutuh... yang dibuat dari plastik yang diisi air sabun). Waktu itu, saya asyik saja bermain air sampai Ibu saya pulang dari kantor. (Ibu saya seorang pekerja). Begitu melihat saya bermain air, wahhh..., Ibu saya langsung teriak dan marah-marah pada saya. Hmmm, saya nggak terlalu ingat bagaimana tanggapan saya atas kemarahan Ibu saya tetapi, setelah itu Ibuku menyuruhku untuk tidur.

Pernah juga..., saya disuruh untuk menghafalkan rumus matematika. Karena dasarnya nggak suka, saya pun nggak memperhatikan apa yang diajarkan Ibu saya (beliau lulusan tehknik sipil. Jadi... matematikanya lumayan kuat begitu (-___-")). Saya maish ingat dengan jelas... kalau Ibu saya langsung marah sampai membuat saya ketakutan.

Hahahaha. Dasar bocah! (-___-") yang diingat dari Ibu kok pas marah-marahnya melulu. Yah..., mau gimana lagi, ingatan yang paling kuat memang pas Ibu marah-marah kok.

Saat aku kecil, aku tak paham mengapa Ibuku sering marah-marah padaku kemudian memaksaku dengan apa yang tidak aku sukai. (Dulu saya sering dipaksa untuk makan karena paling susah buat makan. Selalu, setiap pulang kantor pasti Ibu saya bertanya, "Sudah makan belum?"). Sekarang..., saya memahami, mengapa Ibu berbuat seperti itu. Saat sakit lalu saya bermain air, Ibu khawatir kalau demam saya semakin tinggi (lha wong dolanan banyu wae 'o...). Saat saya tak hafal rumus matematika, Ibu takut kalau kelak saya tinggal kelas karena tidak menguasai pelajaran tersebut. Lalu..., ketika beliau memaksa saya untuk makan apa yang kadang tidak saya sukai..., Ibu hanya ingin memastikan... apakah gizi saya cukup atau tidak?

Ibuku memang bukan manusia yang sempurna, beliau memiliki kelebihan dan kekurangan. Sampai sekarang pun..., Ibu sangat memperhatikanku. Entah apa yang aku makan ataupun apa yang aku pakai. Apakah di kos-kosan tidurku cukup atau tidak? Karena itu..., berita di televisi baru-baru ini mengenai Ibu kandung yang tega membunuh anaknya sendiri, jujur...!! hal itu membuat saya kaget. Bagaimana bisa seorang Ibu melakukan hal itu terhadap darah dagingnya, buah hatinya sendiri?! -geleng2 kepala-

Kawan-kawanku yang kelak akan menjadi seorang Ibu, kalian merupakan guru bagi pemimpin-pemimpin kecil masa depan. Jangan sia-siakan waktu kalian untuk hal-hal yang merusak kalian maupun si kecil dalam rahim kalian. DI tangan kalian, penerus bangsa akan lahir. Jika kalian menyayangi diri kalian sendiri, aku rasa... kalian pun menyayangi si kecil manis yang tumbuh di dalam diri kalian.

Maafkan anakmu yang sering merepotkanmu ini, Bu. :'(
Salam
-Cahaya Senja-

Sabtu, 19 Maret 2011

Angin Tak Patah Semangat

Bayu mondar-mandir di halaman belakang rumahnya. Pemuda cepak berkaos biru dengan celana panjang warna hitam itu beberapa kali menge-cek makanan serta minuman yang tersaji di atas meja panjang. Hmmm..., es teh, ada. biskuit, ada. trus..., tempe gembus, ada. Setelah itu..., jeruk sama pisang, juga ada. Oke... oke..., sekarang dia nggak perlu resah karena semua makanan kesukaan beberapa kawannya sudah siap. Ehm..., lalu apalagi, ya? Oh, ya..., buku catatan sama perlatan nulisnya juga udah. Sekarang..., Bayu berhenti mondar-mandir. Ia diam, berpikir. Adik perempuannya, Nia, yang umurnya baru 10 tahun, cuma menatapnya dengan tatapan heran. Mungkin.., yang ada di pikirannya adalah... 'Kakaknya ini ngapain, sih? Dari tadi kok mondar-mandir mulu?' (^___^")

"Ting... Tong...!!!"
terdengar bunyi bel di luar rumah. Bayu langsung sigap. Ia berlari ke halaman samping rumahnya sampai membuat Nia kaget.
Pemuda itu tampak cekatan membuka pintu pagar halaman samping rumah yang langsung menembus halaman depan rumah (hayo..., kira-kira bisa membayangkan desain rumahnya apa nggak? (^___^)).

Wajahnya kelihatan sumringah ketika melihat Budi, Enjih, dan Rina sudah tiba lebih dulu. "Dari tadi aku nungguin kalian lho," ia tersenyum lebar. Wajahnya jadi terlihat menyenangkan jika sedang tersenyum seperti ini.

"Ah...., Bayu kangen sama aku, ya?" Enjih berlari-lari ringan dengan 'gaya' menggodanya yang khas.

Ekspresi wajah Bayu langsung berubah. "Mau kukarungin? Di rumah kebetulan banyak karung beras kosong lho," ucapnya dengan nada serta mimik muka yang mengerikan.

Enjih langsung tertawa dan berhenti tepat didepan dengan Bayu. "Sabar, bro," Dia menepuk pundak pemuda itu kemudian berjabat tangan dengannya. "Aku 'kan cuma bercanda." Ia lalu menambahkan. "Lagian..., kamu 'kan udah tau gaya bercandaku." imbuhnya dengan nada centil.

Bayu langsung membanting keras-keras jabatan tangan Enjih sampai pemuda itu meringis sakit. Anak sulung dari empat bersaudara itu langsung 'ngamuk-ngamuk' nggak karuan. Enjih yang tadinya pengin ngerutuki kawannya malah tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi wajah Bayu yang jijay plus risih.

Budi dan Rani saling bertatapan. Keduanya terlihat ingi tertawa tapi takut Bayu makin marah-marah. Jujur saja..., lawakan Enjih pada Bayu sama sekali nggak berubah. Sekalipun Enjih tahu kalau kawannya ini nggak suka digodain seperti itu, tapi... dasarnya dia suka usil, tetep aja digodain seperti itu. (^___^")

"Kalian itu memang akrab sekali, ya. Aku jadi iri," giliran Budi yang meniru gaya Enjih tadi. Baru saja dia mau berlari kecil menghampiri Bayu tetapi dia langsung diam mematung di tempat gara-gara Bayu menatapnya dengan tatapan ingin membunuh.

Rina tertawa melihat keadaan ini. "Sudah, sudah. Kapan mau belajarnya kalau kalian dari tadi main melulu?"

"Salahkan dua unyil ini. Dari tadi mereka menggodaku melulu," ujar Bayu kesal.
"Ah..., kami 'kan cuma bercanda," tukas Budi dan Enjih bersamaan.

Bayu melotot ke arah mereka berdua.

"Oh, ya..., Lita dan Edo mana? Mereka belum datang?" Budi menatapnya.
"Baru kalian yang datang. Mungkin... mereka agak sedikit terlambat," jawab Bayu sambil memiting Enjih karena kawannya ini mulai merayu dia lagi. Enjih sendiri tertawa terpingkal-pingkal karena sikap Bayu.
"Hoooo..." Budi dan Rina ber-koor secara serempak.

Namun..., tak sampai lima menit. Kedua orang yang dibicarakan datang bersama sepeda mereka. Bayu terlihat senang karena kawan-kawannya telah berkumpul. Setelah ber-haha-hihi sejenak karena sudah lama tidak pernah bertemu (padahal..., mereka cuma nggak ketemuan selama seminggu!!) Keenam anak itu pun pergi menuju ke halaman belakang rumah Bayu yang luas. (Maklum..., halaman belakang rumah Bayu itu kebon luas yang ditanami berbagai macam pohon buah dan sayur-sayuran (^___^). Lebih enakan ngumpul di tempat itu daripada di tempat lain. Soalnya... anggaran terbatas).

Enjih berlari mendahului kawan-kawannya. Dia tampak paling senang sendiri karena tempe gembus kesukaannya sudah dihidangkan. Si Edo mengelus-elus perutnya. Perutnya udah lapar minta diisi buah atau roti. Lita sendiri kelihatan cerewet mengomentari keadaan si Budi yang dari dulu nggak pernah berubah, tetap ceking (kurus kering). Rina bercakap-cakap dengan Bayu, membicarakan masalah anggaran kelompok yang makin menipis.

Begitu mereka sampai di halaman belakang dan duduk di tempat masing-masing, mulailah mereka berdiskusi bersama sambil mecomot makanan yang ada di atas meja. Rina mengeluarkan notebooknya serta beberapa artikel yang sudah ia gunting. Lita mengambil pena serta buku catatannya. Edo, hmmm... yang ini juga jelas mengeluarkan laptop serta modemnya. Nah... mereka bertiga mulai sibuk merancang apa yang akan mereka rencanakan bersama si Bayu.

Lha..., Budi sama Enjih... (^___^")..., ehm... keduanya seperti penggembira aja dalam kelompok itu. Eits..., tapi jangan salah, mereka berdua itu justru punya 'tugas' yang paling penting, lho... (^___^), yaitu... 'petugas lapangan'. Hehehehe..., yang jelas bukan motongin rumput lho.

-> Next episode..., Kasus 1.

Kamis, 17 Maret 2011

Catatan 15: Keagungan Allah

Bumi indah yang tercipta dari Sang Maha Indah. Hutan-hutan nan hijau yang tercipta atas kemurahanNya. Gurun-gurun besar yang tercipta atas KuasaNya. Langit biru berimbang dengan Samudera yang biru. Di atas daratan serta di dalam lautan, keindahan desaiannya sungguh tak terucapkan. Hati hanya bisa berdecak kagum dan mulut hanya bisa memuji keagungan Sang Maha Suci.

KasihNya begitu besar, menyelimuti seluruh semesta raya. Setiap hewan yang hidup... telah diberi jatah kehidupannya masing-masing. Mulai dari semut yang suka bergotong-royong... sampai Gajah yang suka berkelompok. Sayangnya menaungi seluruh umat. Murkanya meliputi hamba-hambanya yang ingkar. Maafnya tersampaikan pada hambaNya yang benar-benar tulus untuk bertobat.

Tak ada satupun yang tak diketahui oleh Sang Maha Melihat lagi Maha Mendengar. Tak ada satu kesalahan yang luput dari PengawsanNya. Dia yang tidak pernah tidur. Dia yang maha Mencipta. Raja dari semua Raja. Sang Maha Agung yang kekuasaannya tidak terbatasa di langit maupun di Bumi. Sang Maha Pengasih... lagi Maha Lembut. Sang Maha Agung yang memiliki berbagai nama-nama yang indah. Tidak ada yang menyerupaiNya. Tidak ada pula yang mampu menyamaiNya.

Tuhan yang Maha Esa...
Hamba mohon, Naungilah kami dalam Rahmat dan kasihMu.
Tuhan yang Maha Pemurah...
Hamba mohon, Lancarkanlah Rezeki kami.
Tuhan yang Maha Pelindung...
Hamba mohon, Lindungilah kami dari segala kejahatan makhlukmu.

Kami hanyalah hamba-hambaMu yang sering melakukan kesalahan dan dosa. Ampunilah kami, Tuhan yang Maha Pengampun. Segala puja dan puji untukMu, Yaa Allah..., Tuhan yang maha Agung.

Jika kawan-kawan suka, mohon cendolnya. Tapi..., jika kawan-kawan tidak suka pada puisi saya, mohon jangan dibata (^___^). Hahahaha..., logat kaskus jadi masuk kemari juga. Tidak ada maksud SARA dalam puisi ini. Puisi ini khusus untuk kawan-kawan se-iman saya (^___^).

Salam
-Cahaya Senja-

Selasa, 15 Maret 2011

Harian 5: Semangat Baru...

Semester baru telah di depan mata. Sekarang..., saatnya merubah pikiran negatif menjadi positif. (ternyata... menganggur itu membawa otak ke arah hal-hal negatif melulu T__T). Mulai menyibukkan diri dengan tugas dan membaca (^___^). Kawan-kawanku yang juga udah pada masuk kuliah, semangat, ya...!! Sekalipun udah keluar dari kandang buaya dan masuk ke kandang macan, kita kudu tetep bisa meraih prestasi (T___T) (Aslinya saya nggak setuju dengan kata-kata saya sendiri. Terlalu nelangsa kalau udah keluar dari mulut buaya eh... malah masuk ke kandang macan. ^__^, salah ding. Ini kata-kata temen saya ding.)

Dan..., untuk melepaskan stress karena tugas udah diberikan di pertemuan awal (Ini yang paling mbuat kepala pusing) mari kita sama-sama nyanyi lagu berkabung, (lho... kamsudnya?) hehehehe..., pikiran saya semrawut..., makanya nulis yang nggak jelas seperti ini. Tapi..., yang jelas..., berusaha untuk tidak menyerah dengan keadaan saja. Ada jalan panjang menuju cita-cita yang dituju (^__^).

'Arus itu ada banyak. Terserah kalian mau memilih arus yang mana. Hanya saja..., tak selamanya Arus itu menuju ke tempat yang baik. Berhati-hatilah terhadap Arus yang membawamu kepada satu keadaan di mana kau akan diam.'

Salam,
Cahaya Senja

Jumat, 11 Maret 2011

episode 12: Diskusi 2

Sore ini..., saya dan kawan saya se-kos berleha-leha sejenak dari jadwal kuliah yang padat (Halah..., bo-ong, ding. Lha wong kuliahnya cuma nyampek siang. (-__-")) hehehe..., bercanda. (^___^). Nah..., ketika kami sedang asyik nonton film korea di salah satu televisi swasta, tak sengaja... kami memperbincangkan sesuatu yang lain dari biasanya. (^___^"?) hmmm??.Saya sendiri juga heran..., awalnya kita ngobrolin tentang apa, lha kok sekarang akhirnya tentang apa.

Jadi begini..., sewaktu kami membahas tentang film korea itu, entah kenapa... percakapan kami malah berbelok ke arah kebebasan beragama dalam msyarakat. Saya sampai bingung, topik ini kok bisa muncul dalam pembicaraan kami? (^___^"). Perlu saya jelaskan terlebih dahulu pada
para pembaca, bahwa saya tidak berniat untuk berdebat dalam masalah SARA kepada anda sekalian. Saya hanya berniat sharing kepada pembaca semua mengenai apa yang saya dikusikan dengan kawan saya ini. (^___^)

Saya seorang muslim sedangkan kawan saya ini adalah seorang nasrani. Saya akan menuliskan sebagian percakapan kami (yang agak samar-samar saya ingat).

Kawan Saya: "Kenapa, sih..., orang kok mesti menyalahkan agama atas kesalahan seseorang?" (menggerutu dan berkata dengan logat batak yang khas).

Saya: diam. Bingung. Lho..., kok tiba-tiba topik pembicaraannya berubah? kemudian, saya menimpali se-nyambung saya. "Yah... kebanyakan orang 'kan berpikir seperti itu. Karena..., agama 'kan identitas yang melekat pada diri seseorang." (tidak terlalu nyambung karena perhatian ada pada 2, TV dan kawan saya).

Kawan saya: "Iya..., tapi kita 'kan nggak bisa menghakimi setiap agama seperti itu. Yang jelas, setiap agama 'kan mengajarkan kebaikan. Yang jelek itu biasanya sifat orangnya. Jadi..., negatif atau positif agama tersebut di mata orang-orang ya... tergantung pemeluknya."

Saya: (manggut-manggut, setuju sama kata-katanya. kemudian saya menambahi kata-katanya). "Yah..., seperti apa yang ada dikatakan agamaku. Agamamu, agamamu. Agamaku, agamaku."

Di mana-mana, orang jahat itu banyak begitupula dengan orang baik. Karena sikap orang itulah, sesuatu bisa ber-label postif atau negatif (^___^).

Salam,
-Cahaya Senja-

Kamis, 10 Maret 2011

Si Pencari Data

Gadis berambut lurus sepunggung itu tampak asyik berada di depan layar komputernya. Beberapa kali dia tertawa kecil membaca pesan dari kawannya di dunia maya. Jari-jarinya tampak lincah mengetik huruf-huruf dari keyboard. Kedua matanya yang bulat dan berwarna hitam memandang layar tanpa berkedip sampe akhirnya... dia kepedesan sendiri.

free@book: "Hei..., sudah hampir jam setengah 4. Kamu tidak siap-siap pergi ke tempat temanmu?"
Tan_ti: "Eh..., iya, ya. Wah... padahal aku masih pengin ngomong banyak ma kamu :("

free@book: "Hahahaha..., :D udah..., sekarang siap-siap, gih. Ntar temenmu malah marah-marah karena kamunya telat."
Tan_ti: "Ah..., mereka marah udah wajar, kok. Lagipula, ada yang telatnya lebih parah dari aku."

free@book: "Siapa? Enjih?"
Tan_ti: "Bukan. Itu tuh..., si Budi."

free@book: "Temenmu yang bercita-cita jadi agen itu, ya?"
Tan_ti: "Iya. Agen nggak jels itu. Tp..., salut juga ma cita-citanya, sih. katanya..., dia pengin mbuka perusahaan yang membawahi banyak agen."

free@book: "Pffft..., wkwkwkw..., kau punya teman-teman yang unik, ya."
Tan_ti: "Saking uniknya, kami juga kadang-kadang nggak bisa nyambung satu sama lain. Eh..., udahan, ya. Aku mau pergi ke rumah Bayu."

free@book: "Oke, Non. Hati-hati, ya."
Tan_ti: "Iya, makasih :)."

"Huuft...," Lita menghela nafas panjang sambil mematikan aplikasi chattingnya. Setelah itu, ia men-shut down komputernya. Gadis yang sekelas dengan Bayu dan Enjih itu lalu mandi setelah itu ia memakai kaos putih lengan panjang yang dipadukan dengan rompi hitam dan celana panjang berwarna biru tua. Selesai bersiap-siap, ia pun keluar dari kamarnya.

"Ahh..." Lita bertemu dengan Ibunya di ruang tamu. "Ibu..., aku pergi ke rumah Bayu dulu, ya." pamitnya.

Wanita yang sedang asyik membaca majalah itu melirik ke arah Lita sedikit. Kemudian, ia membaca majalahnya lagi. Gadis itu terdiam melihat reaksi Ibunya. Dengan perasaan tak enak, ia melangkah gontai menuju garasi rumah dan mengambil sepedanya. Dikayuhnya sepeda warna hitam kinclong itu dengan enggan.

"Mengapa kau harus lahir...?! Mengapa kau harus memberi beban pada Ibu...!!"
Sorot matanya terlihat sedih mengingat kata-kata Ibunya beberapa waktu yang lalu itu.

Bukan keinginanku lahir dari rahim Ibu. Mengapa Ibu menyalahkan kelahiranku atas apa yang terjadi pada diri Ibu? Seandainya aku bisa memilih... aku pun juga tidak ingin lahir dalam keluarga seperti ini. klakson mobil di belakang membuatnya agak menepi ke jalan. Ibu... mengapa kau tak bisa menyayangiku?

Selasa, 08 Maret 2011

Catatan 14: Mari kita jalan-jalan ^___^

Sebelum pergi..., aku ingin membawa bekal dan minum dulu. Setelah itu..., aku akan mengambil uang di Atm. Kalian mau menunggu sebentar 'kan, sebelum kita pergi jalan-jalan?
***

Nah..., aku sudah membawa beberapa makanan ringan dan beberapa botol air mineral serta soda untuk perjalanan kita. Kira-kira, kalian keberatan tidak, berbagi tempat duduk untuk makanan ini? (hehehe..., habisnya..., bagasi mobil udah penuh dengan barang bawaan kalian).
***

Kawan..., hati-hati dalam mengemudinya, ya. Jalanan ramai nih. Kalau kita pada ngebut, ntar..., bisa-bisa nambah daftar kecelakaan lalu lintas di kantor polisi. (^___^")itu bukan hal yang kuharapkan. Eh..., eh...!! Awas!! di depan ada lubang!!
***

Hem..., setelah keluar dari jalanan yang penuh dengan lubang dan gelombang. Sekarang..., eh... malah ketemu sama persimpangan jalan yang membingungkan. (-__-"). Duh..., mau piknik aja kok kudu mesti melewati hal-hal merepotkan seperti ini sih. Nah..., kalian pilih yang mana? Yang jalannya lurus itu? Ataukah yang jalannya berkelok-kelok naik?
***

bingung... bingung... bingung... (T__T). Pilih jalan lurus yang kelihatannya mulus, lhah... tetap aja ketemu rintangan seperti lubang atau jalan amblas. Mau pilih jalan berkelok-kelok dan menanjak, kata orang... sekalipun mulus dan enak tetapi... banyak binatang buas dan kalau tidak hati-hati... bisa masuk jurang. (-__-"). Waduh..., pilihannya kok nggak enak banget ya? Bagaimana dengan kalian? Kalian pilih jalan yang mana?
***

Kawan... Yah... seperti itulah kehidupan. Saat kita milih satu jalan. Kita harus tanggung resikonya. Entah itu baik... atau buruk. Yang ingin saya tekankan di sini adalah... jika jalan lurus saja kita bisa terseok-seok saat melewatinya. Bagaimana dengan jalan yang penuh dengan belokan? (^__^). Aku rasa..., kawan-kawan tahu jawabannya...

Episode 11: Kabhi kushi kabhi gham

hehehehe..., pasti tau 'kan, kabhi kushi kabhi gham itu film apa? (^__^). Saya bukan maniak india tetapi... saya cukup menikmati film-film india yang ceritanya bagus. Salah satunya -menurut saya, lho- ya... Kabhi kushi kabhi gham ini. Secara garis besar, film ini menceritakan sebuah keluarga di India sana, yang mana... ini berkisah tentang hubungan anak dengan Orangtuanya. Ane pengin cerita panjang lebar tadpi... bingung mau nyeritain yang bagian mana. Soalnya..., nih film ceritanya daleeeeemmm... banget.

Waktu SD atau SMA dulu, aku sama sekali nggak terpengaruh saat nonton film ini. Namun..., sekarang, ketika udah lumayan besar sedikit, Aku baru bisa memahami isi film itu. Jujur saja..., aku sempet nangis ketika menonton akhir film itu. Isinya benar-benar sangat mengharukan dan membekas di dalam hati.

Satu hal yang saya ingat, setiap Orangtua... tentu menyayangi anaknya. Se-benci apapun atau se-marah apapun Orangtua terhadap kita, mereka pasti masih memiliki hati nurani untuk memaafkan serta menyayangi kita. Kecuali... mungkin Orangtua yang hati nuraninya sudah mati sehingga tega membunuh darah dagingnya sendiri (T___T").

Dari Orangtua saya, saya membuat satu kesimpulan entah kesimpulan ini bisa dipakai di banyak keluarga atau tidak, tetapi... yang jelas... "tidak ada orangtua yang ingin melihat anaknya menderita."

Orangtua kita... tega membuat dirinya lelah hanya untuk membelikan apa yang kita inginkan. Orangtua kita... tega membuang harga dirinya hanya untuk meminjam uang agar kita bisa bersekolah. Kadang... mereka memaksa kita untuk bersekolah di tempat pilihan mereka (Saya pernah mengalami hal ini (-__-") tetapi, di balik itu..., mereka berusaha melindungi kita di masa depan. Agar... ketika tak ada lagi tempat bergantung, kita bisa mandiri dan mereka bisa merasa tenang melihat kita mapan dengan sendirinya.

Salam,
-Cahaya Senja-