Senin, 14 Januari 2013

#13HariNgeblogFF, Day 2 - Pukul 2 Dini Hari

Di sini aku berdiri.

Angin malam berhembus kencang. Suasana tampak sepi senyap. Tak ada lalu-lalang orang-orang di jalanan desa. Walau tidak terlalu kentara tetapi, aku bisa merasakan ketakutan di balik gubuk-gubuk kecil ini.

Berdiam di tempat yang dingin, bersembunyi dalam kegelapan. Di balik bayang-bayang lorong antara rumah-rumah kayu, aku memegang kedua pedang pendekku erat-erat. Meninggalkan semua kenyamanan di penginapan tadi, sekarang, aku harus kembali ke realita pekerjaanku, Hunter. Aku berbisik pelan, berdoa kepada Sang Pemberi Kekuatan agar bisa menaklukkan buruanku yang paling menjengkelkan.

Setelah beberapa bulan aku kehilangan jejaknya, seminggu yang lalu aku mendengar desas-desus kalau dia akan kemari, ke Aquada. Yah, ini sebenarnya sama saja untung-untungan. Namun, aku harus memastikannya. Jika dia ada di sini, aku akan menghabisinya, segera!
Kupejamkan kedua mataku, berusaha berkonsentrasi pada instingku. Tengah malam sudah lewat tetapi, pagi juga masih lama. Belajar dari kebiasaannya, aku tahu, pukul dua dini hari adalah waktu kesenangannya untuk keluar. Di tengah antara pertengahan malam serta pagi hari. Sejenak, aku terperangah dan segera berbalik. Kuacungkan salah satu pedangku ke arahnya. Sial, bagaimana aku bisa teledor!

“Halo, Hunter,” seringai mengejek muncul di wajahnya. Pria berambut merah pendek itu duduk dengan santai di atas kotak-kotak kayu yang tersusun rapi di antara lorong tempatku bersembunyi.

“Halo juga, Vampir!” geramku.

Pria itu tertawa ringan. Sepertinya dia senang membuatku kaget. “Ngomong-ngomong, apa yang dilakukan hunterku di sini? Memburuku lagi?” ekspresi wajahnya terlihat mengejekku.

“Tentu saja,” jawabku kesal. “Memangnya aku kemari untuk memancing?” semprotku galak.

Dia kembali tertawa. “Coba kita hitung, berapa kali kau berusaha menangkapku dan membunuhku...” tiba-tiba dia menghilang dan muncul di belakangku. Tubuhku menegang kaku ketika mendengar suaranya. “Sepuluh kali? Lebih dari itu kau, kalian mencoba membunuhku. Tapi pada akhirnya, kalian selalu gagal.” Bulu kudukku berdiri ketika merasakan hawa dingin darinya.

Kudengar dia menarik nafas dalam-dalam. Aku menelan ludah. Dia sedang membauiku, mengingat baik-baik bagaimana aroma tubuhku.

“Aku selalu suka dengan aroma tubuhmu.” Katanya ringan. “Tapi, bagi seorang wanita sepertimu, menjadi hunter bukan pilihan yang baik.”

“Menjadi hunter adalah pilihanku!” Aku berbalik, menebaskan pedangku ke arahnya. Dan..., dia sudah menghilang.

Aku mendelik ke arahnya yang sudah duduk kembali di tempatnya semula.

“Hunter yang bersemangat.” Ia tertawa mengejek.

“Vampir menyebalkan,” balasku jengkel.

Ia tergelak kembali. “Dengar Nona Hunter yang manis...” Pria itu bersandar dengan santai pada dinding rumah. “Saat ini aku sedang sibuk mengatur kawananku. Aku tak punya waktu untuk meladenimu dan kawan-kawan huntermu.” Ia berdiri dari tempatnya duduk. Pendar merah pada bola mata hitamnya menguat. “Aku punya pesan untuk Ketua Huntermu, jangan seenaknya membantai kawananku. Kalau kalian mau membunuh Vampir liar, itu terserah kalian. Namun, kalau kalian membantai kawananku, kalian akan berurusan denganku.”

“Kami membantai Vampir yang bersalah! Tak peduli itu kawananmu atau bukan.” Balasku dingin.

“Tapi aku peduli,” ia tersenyum mengerikan. Sebelum aku sempat beranjak, dia lagi-lagi berada di belakangku. Tubuhku menegang kaku saat jari-jarinya yang dingin menyentuh tengkuk leherku.

“Dengarkan aku...” Ia berbisik di telingaku. “Jika ketuamu masih senang mencari gara-gara denganku, akan kupastikan dia akan kehilangan hunter-hunternya yang piawai. Akan kubuat mereka jadi pelayanku, termasuk kau, Riu.” Ucapannya membuatku mematung.

“Lebih baik aku mati daripada menjadi Vampir!” geramku tertahan.

Dia terkekeh. “Tenang saja, aku tidak akan membiarkanmu mati dengan mudah.” Cetusnya mengejek. “Nah..., sekarang biarkan aku pergi, Hunter. Dan, ingat kata-kataku tadi! Aku tidak main-main.” Saat bibirnya yang dingin menyentuh leherku, aku baru tersadar apa yang dia inginkan.

Terlambat! Aku meringis ketika taringnya menembus kulit leherku. Sakit dan panas, itu yang kurasakan. Kudengar dia meneguk darahku kemudian, dia membalikkan tubuhku dengan cepat dan...

“Ngh...!!!” Aku berusaha memberontak darinya. Dia menciumku! Aku berusaha melawannya tetapi dia menekanku ke dinding rumah. Darah! Aku bisa merasakan dia memaksa meminumkan darah yang terasa pahit dan kental, penuh dengan racun, darahnya!

“Ahk....” Nafas kami sama-sama tersengal.

Ia menyeringai ke arahku, merasa puas dengan apa yang telah dia perbuat. Sementara aku menatapnya geram dengan penuh kebencian. Ia telah menandaiku!

“Sampai jumpa, Hunter.” Ia mengusap sudut bibirku yang berdarah. “Aku akan melihat perkembangan kalian dan menanti kedatanganmu lagi, dengan sukarela.” Senyum sinisnya membuatku muak. Kemudian, tanpa kata-kata, dia pergi bagaikan angin, meninggalkanku yang diam terduduk di lorong.


Nyeri yang kurasakan pada leherku belum juga hilang. Aku mendesah pelan. Sekarang..., aku menjadi setengah pelayannya!

4 komentar:

  1. Vampir mesum ih cium2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ea..., mbak lun dateng langsung bilang mesum =))

      Biar ada greget, mbak. Makanya ada adegan ciuman :ngakaks

      Hapus
  2. suka bgt sm yg ini..tadinya si vampir ngingetin aku sama bartymaeus..tapi begitu ada adegan kisu..rrr..buyar semua..
    ini ada lanjutannya kah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lah, akalau barti pan narsis abis. Kalau vampir ini keknya gak ada narsis-narsisnya deh :ngakaks

      lanjutannya udah diposting tuh :o
      http://cahaya-sore.blogspot.com/2013/01/orang-ketiga-pertama.html

      Masih dalam sudut pandang si Hunter :o

      Hapus