Apa keputusannya tepat?
Bocah laki-laki berusia sembilan tahun itu diam termangu di tengah hutan kecil
yang ada di sisi lain wilayah Da’anrha Utara. Sengaja dia membolos dari
Akademi. Selain karena tidak ingin diejek oleh kawan-kawannya karena Ayahnya
telah menikah lagi, dia juga ingin mencoba sebuah benda kecil pemberian Ayahnya
dulu.
Anak itu mengambil sesuatu
dari saku celananya. Ia menatap benda itu, sebuah batu kristal cantik berwarna
hitam bening. Jika kristal itu didekatkan pada cahaya, maka cahaya bisa
menembusnya, membuat benda itu mudah diterawang. Si bocah duduk di atas
rerumputan. Ia mengamati batu kristal ini. Angin berhembus kencang, memainkan
helaian rambut hitamnya yang pendek dan menggerakkan dahan-dahan pohon di
sekitarnya, menimbulkan suara gemerisik yang ramai.
Tatapannya terlihat agak
ragu ketika hendak menggenggam batu kristal ini. Namun, kemudian dia
menggenggamnya sambil memejamkan kedua matanya. Kehangatan itu mulai terpancar
dalam genggamannya yang kecil. Bocah itu berusaha berkonsentrasi seperti apa
yang telah diajarkan Ayahnya dulu. Gigi-geliginya bergemelutuk saat dia
berusaha mencapai alam sang pemanggil.
“DEG...!!!”
Jantungnya berdegup keras ketika sekelebat bayangan hitam melintas dalam
pikirannya. Kedua matanya membelalak lebar sementara nafasnya memburu. Xiesht
menatap batu kristal itu, ngeri.
“Tidak...” ia menggeleng
pelan dengan sorot mata ketakutan. “Tidak mungkin kalau aku...” Kedua tangannya
gemetaran. Xiesht cepat-cepat menyimpan batu kristal itu ke dalam tasnya.
Ia merasakan ketakutan ketika
mencoba menggapai pemanggilnya. “Aku tidak mau...” gumamnya lirih dengan tubuh
menggigil. “Aku tidak mau seperti Ayahku.” Isaknya.
***
Malam menjelang. Xiesht
kecil sudah masuk ke dalam kamarnya lebih dulu, sebelum kepala pelayan
memintanya untuk tidur. Anak itu berbaring di atas tempat tidurnya. Ia kembali
menatap batu kristalnya. Kristal ini... adalah kristal Naga. Kristal yang tidak
bisa didapat oleh sembarang orang. Ayahnya mendapatkan batu kristal ini secara
khusus dan memintanya... untuk mulai belajar memanggil Naga.
Tidak! Xiesht mengatupkan
rahangnya. Kegeraman terlihat di sorot matanya. Ia tidak akan menjadi
pengendali Naga! Dia tidak mau jadi pengendali Naga!
Xiesht meletakkan batu itu
di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ia berbalik, membelakangi batu itu
dan memejamkan kedua matanya, tidur.
***
Di mana ini? Xiesht
mematung di tempatnya berdiri ketika mendapati dirinya berada di suatu tempat
yang gelap dan dingin. Ia menoleh ke sana kemari tetapi tak mendapati apapun
selain dirinya sendiri.
“Selamat datang,” sebuah
suara yang berat terdengar menggema di tempat itu, membuat Xiesht bergidik
ngeri.
“Siapa kau?!” serunya
sambil menoleh ke sana-kemari, mencari sosok pemilik suara itu.
Sebuah bayangan mewujud,
membentuk sosok besar bermata merah menyala dengan tubuh terikat rantai.
Tatapannya tampak garang ke arah anak itu. Tubuh Xiesht menegang kaku melihat
wujud hitam besar yang belum membentuk badannya dengan pasti ini. Tubuh
kecilnya gemetar pelan saat kepala sosok itu menjulur ke arahnya.
“Si...Siapa kau?” tanyanya
ketakutan.
Sosok itu diam sejenak.
Kemudian dia mendengus, menahan tawanya ketika merasakan ketakutan dari arah
Xiesht. “Apa aku membuatmu takut?” tanyanya setengah mengejek.
Xiesht menelan ludah,
diam.
“Bagaimana kau tidak
mengenaliku padahal suara kita sudah saling bersahutan?” mata merahnya mengarah
pada Xiesht. Tatapannya yang liar membuat nyali anak itu ciut.
“Kau... Kau Naga?” Xiesht
membelalak, menatapnya tak percaya.
“Kau kira aku apa? Setan?”
Bayangan Naga itu tertawa geli.
“Apa yang kau inginkan
dariku?!” bentak Xiesht, menyembunyikan kegugupannya.
“Apa ya?” Naga itu
memiringkan kepala, pura-pura berpikir. “Kau pikir, apa yang kuinginkan darimu
di tempat seperti ini?” tanyanya dingin.
Xiesht menatap
sekelilingnya yang kosong. Tempat ini terasa hampa dan... menyeramkan.
Kemudian, tatapannya tertuju pada rantai yang membelit si Naga.
“Kebebasan.” Satu kata
dari mulut Naga itu membuat Xiesht diam terpaku.
Kebebasan bagi si Naga
tetapi, dirinya yang akan terbelenggu dalam perjanjian. Ayahnya... pernah
mengatakan tentang hal ini. Namun, satu lagi pertukaran dari Naga itu adalah...
Dia akan mendapat kekuatannya. Kekuatan elemental yang besar!
“Kau tertarik, bocah?”
Naga itu menyeringai melihat perubahan wajah Xiesht.
“Namaku bukan bocah,
namaku Xiesht!” seru Xiesht kesal. “Xiesht Erast Hast, putra calon Jendral Da’anrha
Selatan!”
Sang Naga terkekeh
mendengar kemarahannya. Sepertinya dia mendapat majikan yang menarik.
“Siapa namamu?” Xiesht
menatapnya.
“Itu adalah tugasmu,
Xiesht,” Naga itu membungkuk. “Memberiku nama adalah tugasmu.”
Xiesht terdiam, berpikir. Ia lalu menatap Naga
itu mantap. “Aku memberimu nama... Gray!”
Sang Naga menarik nafas dalam-dalam, merasakan jalinan kekuatan merasuki tubuhnya saat namanya ditetapkan. Rantai yang membelit tubuhnya melonggar. Kekuatannya perlahan-lahan menyebar. Kedua matanya berubah menjadi kelabu dan menatap Xiesht ramah. “Salam... Tuanku.” Senyumnya mengembang.
nama2nya bikin lidah keseleo deh :o
BalasHapuskupikir Xiesht akan memberi nama naga itu... Bonar..
*dikeplak*
hahaha...
HapusSengaja bikin nama supaya lidah keseleo, supaya mas iwan cadel ngomongnya *ketawa setan*
Naga bonar udah sering mas, makanya bikin yang lain :p
din... setahuku yang namanya ff ini nggak boleh fantasy lho hehe coba cek homepagenya deh ^,^
BalasHapuseeehhh boleh ding.. boleh.. hahaha maaappp... *kabuuurrr*
BalasHapusberarti waktu itu aku salah baca hehehe... ayo din, challenge diri kamu untuk bikin genre cerita yang lain... :D
yakin nih beneran fantasi boleh? :kagets:
Hapus