Cahaya Senja
Minggu, 02 Juni 2013
Episode 1 : Di balik Kacamata
Jumat, 15 Maret 2013
Para Pengendali Naga
Selasa, 15 Januari 2013
Orang ketiga Pertama
Senin, 14 Januari 2013
#13HariNgeblogFF, Day 2 - Pukul 2 Dini Hari
Minggu, 13 Januari 2013
Kenalan Yuk! - Naga Hitam
Sang Naga menarik nafas dalam-dalam, merasakan jalinan kekuatan merasuki tubuhnya saat namanya ditetapkan. Rantai yang membelit tubuhnya melonggar. Kekuatannya perlahan-lahan menyebar. Kedua matanya berubah menjadi kelabu dan menatap Xiesht ramah. “Salam... Tuanku.” Senyumnya mengembang.
Selasa, 28 Agustus 2012
Harian 6 : Terlalu Banyak Ide
Apa kalian pernah mengalami saat itu? Saat kalian pada posisi begitu gembira, begitu enerjik sampai-sampai ide yang ada di dalam kepala kalian ingin kalian tuliskan semuanya ke dalam sebuah kertas? Apesnya, kalau ide-ide itu nggak bisa dikoordinir atau direncanakan dengan baik, jatuhnya malah jadi hilang sia-sia atau malah jadi ide mengambang. Apalagi kalau pikiran harus fokus ke ini-itu, bisa-bisa, ide-ide itu tidak terealisasi.
Sepertinya, sebuah catatan akan membantu untuk mengakomodasi waktu, pikiran, dan terealisasinya ide-ide itu. Akhir-akhir ini, aku keteteran dalam mengorganisir kegiatan serta waktuku. Akhirnya, nggak semua rencana terlaksana, bahkan, ada satu rencana yang terpaksa hangus karena jadwal penyerahan lamaran pekerjaan udah lewat ._.
Jadi orang ternyata harus pintar-pintar membagi waktu. Awalnya, dulu, aku sering menyepelekan masalah pengorganisasian waktu ini. Namun, setelah ada banyak kegiatan dan beban tanggung-jawab dari forum-forum tertentu, aku jadi berpikir ulang. Tidak mungkin aku bisa mengikuti semuanya dalam satu waktu bersamaan. Harus ada pembagian porsi waktu yang tepat untuk semua itu dan jangn lupa, porsi waktu pribadi pun tidak boleh dilupakan -__-" (sekarang udah tinggal bareng ortu lagi, gak sebebas waktu masih tinggal bareng anak-anak kos --").
Namun, sekalipun sudah bikin agenda atau jadwal waktu untuk masing-masing kegiatan, bukan berarti bisa terlaksana dengan baik. Semua akan bermuara pada si pembuat agenda atau pelaksana kegiatan itu, apakah dia mau disiplin dengan agendanya atau tidak (pengalaman tidak pernah disiplin dengan agenda) sekali saja tidak disiplin, jadwal bisa keteteran lagi. Kalua tidak ingin mencoret salah satu kegiatan, pasti akan melaksanakan kegiatan lain dengan terburu-buru. Ternyata oh ternyata, disiplin memang merupakan suatu budaya yang sangat diperlukan dalam manajemen hidup. ._.
#geplak pake kue tart buah hmm..., harus belajar bersabar dan berdisiplin dengan agenda sendiri *menundukkan kepala* nulis agenda acara buat besok dulu kalau begitu :ngacir:
Selasa, 10 Juli 2012
catatan 21 : Sebuah Buku
Malem-malem, nggak bisa tidur. Padahal siang tadi udah minum obat masuk angin smapai dua sachet. Duh... -___-"
Gara-gara nggak bisa tidur, pikiranku malah ngelamun nggak jelas sampai keingetan sama sebuah buku yang pernah kubaca dulu. Aku lupa judul dan pengarangnya siapa tapi, aku ingat sebagian besar isi buku itu. Yang jelas, pengarangnya pengarang luar deh. :D
Buku ini menceritakan mengenai seorang gadis muda remaja, berumur mungkin antara 13-15 tahunan. (Pokoknya umurnya kurang dari 17 tahun *mringis*). Jadi, dalam suatu konser, gadis muda ini tidak sengaja bertemu dengan seorang lelaki yang ternyata penderita HIV. Si gadis yang masih polos dan belum mengerti apa-apa, akhirnya menjalin hubungan dengan lelaki ini sampai pada akhirnya, dia dipaksa untuk melakukan hubungan seks. Setelah melakukan hubungan ini, si lelaki baru memberitahu kalau dia penderita HIV/Aids. Terus terang saja, gadis ini syok mendengar pengakuan laki-laki itu. Dalam hati dia bertanya-tanya, apa salahnya sampai laki-laki itu tega menularkan virus itu ke tubuhnya?!
Dari titik itu, pergolakan di dalam diri si gadis mulai terjadi. Mentalnya mulai jatuh dan dia meratapi nasibnya karena sudah tertular penyakit mematikan tersebut. Lingkungannya menjauhinya sekalipun ada satu-dua anak yang masih tetap mau berteman dekat dengannya. Sementara laki-laki yang menularinya penyakit itu..., pergi tanpa meninggalkan jejak, seolah puas karena sudah balas dendam dengan menularkan penyakit itu pada orang lain.
Namun, hidup terus berjalan. Atas dukungan dari keluarga maupun kawan-kawan dekatnya, gadis itu mulai ceria kembali. Dia mulai menikmati hidup sekalipun tahu bahwa umurnya tidak akan lama. Dilema sempat terjadi saat dia menyukai kawan sekelasnya dan... ternyata kawannya itu juga menyukainya!! Hubungan mereka berdua sangat dekat bahkan saking dekatnya, hampir saja gadis itu juga menulari orang yang disukainya dengan penyakit itu. Tapi, untung saja si gadis tersadar sehingga dia berhenti melakukannya. Dia... tidak tega menulari orang yang ia cintai dengan penyakit yang dideritanya. Sungguh gadis ini berada di posisi yang dilematis di mana dia ingin berdekatan dengan orang yang ia cintai tapi kondisi tubuhnya tidak memungkinkan bagi dirinya untuk hal tersebut.
Akhir dari buku ini, si gadis meninggal dunia sementara, lelaki yang menularinya virus HIV ditangkap setelah jejaknya terlacak karena dia berusaha menulari salah satu teman sekolah si tokoh utama. Untunglah si tokoh utama sempat memperingatkan temannya itu sehingga temannya bisa selamat dari bujuk rayu si penjebak.
Buku ini berdasarkan kisah nyata, kalau tidak salah, latarnya di Amerika sana. Di dalam buku ini, banyak pesan moral yang bisa kupetik. Yah, walaupun pada dasarnya di awal udah nggak minat duluan *gara-garanya si empunya buku bilang kalau ini mengenai kehidupan seks di Amerika sana*. Tapi, karena si empunya buku bilang buku ini bagus, mau nggak mau nyoba buat baca buku ini dan bener, buku ini memang bagus. :)
Kehidupan seks bebas di luar negeri sana memang bisa dikatakan sudah biasa, saking biasanya, saya sampai mrengut karena pas baca buku ini, si tokoh utama benar-benar digambarkan seorang gadis yang polos dan lugu. *Ehm..., gimanapun rupanya nggak bisa menilai semua dari satu ataupun satu untuk semua*
O, ya, sebelumnya, masih ingatkah kalian dengan rumor mengenai korban HIV yang sengaja menusukkan jarum ke tubuhnya sebelum menaruh jarum tersebut di sela-sela kursi bioskop? Berita ini sempat santer terdengar selama berhari-hari dan membuat masyarakat resah, bahkan gara-gara rumor ini, bioskop menjadi sepi unuk beberapa hari. Atau rumor mengenai tusuk gigi yang dipakai kemudian dikembalikan lagi ke wadahnya. Untuk kepastian apakah rumor itu benar atau tidak, aku kurang tau. Namun, bukankah ada kemiripan dalam cerita di buku tersebut dengan rumor yang sempat beredar? Kemiripan mengenai keinginan balas dendam oknum penderita HIV kepada orang-orang yang sehat.
Terus terang saja, aku sempat marah, tidak percaya, kasihan, dan benci pada oknum yang membuat si tokoh utama tertular penyakit HIV pula. Bagaimana tidak? Seandainya, dirimu di posisi gadis itu, apa yang kamu rasakan? Kemarahan karena masa depanmu terenggut secara paksa? Ketidakadilan karena kamu ditulari penyakit yang tidak kamu harapkan? Kesedihan akibat lingkunganmu menolakmu? Emosi-emosi itu membuat saya menjadi tercenung dan hanya bisa bergumam dalam hati, 'Jika saya ada di posisinya, mungkin saya akan marah pada lingkungan saya atau bahkan lebih memilih untuk mati saja.'
Tapi, apa salah lingkungan? Apa salah dia sampai mereka harus ikut menanggung kemarahan kita? Ketika membaca di bagian di mana, si tokoh utama mulai diterima oleh lingkungan dan kembali bersemangat untuk hidup, aku cukup terpukau dengan perubahan kondisi kejiwaannya. Dia mulai menerima kenyataan dirinya yang sudah tertular HIV dan dia tidak membiarkan orang lain ikut tertular penyakitnya juga!! Ini tercermin saat orang yang disukainya mengajaknya bermesraan dan disaat hasrat mereka sama-sama sudah tidak bisa dikontrol, dia menolak pemuda itu karena ingat, dirinya bisa melukai pemuda itu. *padahal si pemuda udah rela kalau ketularan juga* :'(
Sampai akhir membaca buku ini, aku trenyuh dengan nilai-nilai sosial dalam buku ini. Ternyata, buku ini nggak seperti yang kubayangkan. Sayang, udah lupa ama judul, penulis, bahkan ampe covernya juga kelupaan. hehehe....
Rupanya, kedewasaan seseorang itu tidak bisa dinilai dari umurnya dan kebebasan seseorang, tergantung dari kedewasaan serta hati nuraninya. Sebebas-bebasnya individu, dia tetap harus ingat mengenai dirinya sendiri dan juga orang lain. :)