Rabu, 08 September 2010

Catatan 3: Cerita tentang cinta

Terkisah, di sebuah desa kecil yang ada di pinggir kota, hiduplah seorang wanita tua bersama dengan anak perempuannya yang telah remaja. Keduanya hidup dalam kesederhanaan. Baju yang mereka miliki pun tidak begitu banyak, hanya yang melekat di pakaian dan dua potong baju lain yang digunakan untuk hadir di pertemuan-pertemuan desa.
Suatu hari, puteri si wanita tua itu meminta ijin kepada Ibunya untuk pergi ke kota guna membeli beberapa bahan kebutuhan pokok yang hampir habis. Sang Ibu yang saat itu sedang sakit, keberatan dengan permintaan putrinya. Namun, melihat barang-barang di dalam rumah sebentar lagi akan habis, terpaksalah sang Ibu memperbolehkannya. Wanita tua itu pun memberi putrinya beberapa keping uang emas dan menasehatinya,
"Anakku, pergilah ke kota tetapi, janganlah kamu di sana berlama-lama. Belilah apa yang memang perlu untuk dibeli dan janganlah kamu merasa silau jika bertemu dengan orang-orang yang indah pakaian serta wajahnya. Jaga dirimu dan segeralah pulang setelah kamu membeli apa yang kita butuhkan." pesan si Ibu, sama seperti pesan-pesan sebelumnya jika sang gadis hendak pergi ke kota.
Gadis itu cuma mengangguk dan mengiyakan ucapan Ibunya. Setelah berpamitan, gadis itu pun pergi. Sesampainya di kota, gadis itu membeli barang-barang yang diperlukan oleh dirinya dan ibunya. Selesai membeli barang-barang kebutuhan pokok, gadis itu mengurungkan niatnya untuk langsung pulang. Jarang sekali dia datang ke kota seorang diri seperti ini dan dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang begitu langka. Toh..., dia bisa berbohong pada ibunya.
Gadis itu pun pergi ke taman kota dan duduk-duduk di sana, memperhatikan keindahan kota ini. Ia memandangi orang-orang yang ada di sana, dalam hati, ia tampak begitu takjub melihat orang-orang kota yang memakai pakaian indah dan berwajah bagus, sungguh pemandangan yang sedap untuk dipandang. Gadis itu pun memandangi dirinya sendiri. Dirinya hanyalah seorang gadis desa berpakaian lusuh yang kalah jauh dibanding orang-orang kota itu. Sejenak kemudian, raut wajahnya pun menjadi sedih. Ia menginginkan keindahan yang sama seperti orang-orang kota ini.
Tak disangka,seorang pemuda memperhatikan gadis itu dari tadi. Melihat wajah si gadis yang sedih, pemuda itu tidak tahan lagi untuk bertegur-sapa dengannya. Ia pun mendekati gadis itu dan mengucapkan salam padanya. Gadis itu kaget karena disapa orang yang tidak ia kenal. Ia merasa takut dan buru-buru pergi tetapi, si pemuda mencegahnya.
"Aku tidak akan berbuat jahat padamu," ucap si pemuda itu. "Aku hanya ingin menanyakan hal yang membuatmu menjadi sedih."
Gadis itu tertegun mendengar kata-kata si pemuda. "Tuan..." ucapnya, "Maaf, saya tidak bisa berlama-lama di sini. Ibu saya menunggu kepulangan saya. Kemudian, untuk hal yang membuat saya menjadi sedih, saya rasa... Tuan tidak perlu mengetahuinya." Ia benar-benar merasa ingin pergi dari hadapan pemuda berwajah tampan ini.
"Kau tidak mempercayaiku?" si pemuda memahami kegalauan gadis itu.
"Maaf, saya harus pulang," gadis itu buru-buru pergi dari hadapannya. Namun si pemuda tetap tidak membiarkannya pergi begitu saja. "Apa yang Tuan inginkan dari gadis desa seperti saya ini?" gadis itu memandang wajah pemuda itu dengan rasa kesal dalam hatinya. "Saya tidak memiliku apa-apa jika Tuan menginginkan uang saya."
"Aku tak membutuhkan uangmu," jawab pemuda itu. "Aku membutuhkan dirimu."
Gadis itu terhenyak kaget mendengar jawaban pemuda itu. Ia merasa makin terancam dan ketakutan. "Tuan... saya tidak mengenal anda dan anda pun tidak mengenal saya..."
"Karena itu..., ijinkan aku berkenalan denganmu," pemuda itu tersenyum lembut kepadanya. Hati si gadis berdesir ketika pemuda setampan itu tersenyum pada dirinya yang hanya gadis desa ini. "Apakah kau mau menemaniku berjalan-kalan di sekitar tempat ini?" tanyanya sopan.
Gadis itu terdiam sejenak. Hatinya merasa tertarik dengan pemuda ini tetapi akalnya memberitahu dia bahwa dia harus mematuhi kata-kata ibunya untuk segera pulang ke rumah. Gadis itu lalu tersenyum dan menerima ajakan pemuda itu. Mereka berdua pun bercakap-cakap di sekitar taman hingga sore menjelang. Taktala melihat matahari hampir tenggelam, gadis itu tersadar kalau ibunya tentu mengkhawatirkan dirinya. Gadis itu pun pamit untuk pulang pada si pemuda tetapi, lagi-lagi pemuda itu menahan kepergiannya.
"Kau terlihat lapar. Jarak antara desa dan kota ini tentu agak jauh. bagaimana kalau kita makan dulu sebelum kau pulang?" tawarnya.
Si gadis lagi-lagi mengiyakan ajakan pemuda itu. Mereka pun makan di sebuah rumah makan yang ada di dekat taman. Selesai makan, gadis itu pamit untuk pulang tetapi, pemuda itu menahan kepergiannya lagi.
"Kau tampak kusut dan kelelahan. Ibumu tentu khawatir jika kau terlihat seperti ini. Kita cari penginapan dulu dan kau bisa membersihkan dirimu di sana. Apakah kau setuju?" tanyanya halus.
Gadis itu tampak ragu dengan tawaran si pemuda tetapi, lagi-lagi ia mengiyakannya. Sebenarnya, di gadis juga tidak ingin berpisah dengan pemuda ini. Ia merasa hatinya telah ditawan oleh pemuda ini. Gadis itu pun mengikuti pemuda itu ke sebuah penginapan yang ada di sekitar taman.
Gadis itu lalu membersihkan dirinya di penginapan itu sedangkan si pemuda menunggunya. Selesai berbenah, gadis itu pamit tetapi..., kali ini pemuda itu tidak membiarkannya pergi. Ia mengajak gadis itu untuk bercengkrama bersama dirinya malam itu dan gadis itu pun tidak bisa menolak ajakannya. Malam telah berlalu dan esok datang, si gadis terbangun dari tidurnya dan tidak mendapati kekasihnya berada di sisinya. Tahulah dia, bahwa dia telah dibodohi oleh pemuda itu. Ia telah terbuai dengan kata-kata manis pemuda itu hingga dirinya rela menyerahkan kehormatannya pada si pemuda. Gadis itu menangis sejadi-jadinya karena ketololannya.
Akhirnya, dengan perasaan bercampur-aduk dan hati masygul, gadis itu pulang ke rumah. Ibunya menyambut kedatangannya dengan kekhawatiran yang amat sangat karena puteri semata wayangnya tak jua pulang ke rumah. Melihat wajah ibundanya, si gadis segera berlari memeluk ibunya dan menangis di pelukan wanita itu. Di dalam rumah, gadis itu menceritakan peristiwa yang menimpanya kepada sang ibu. Menangislah sang Ibu begitu selesai mendengar cerita putrinya. Ia memeluk buah hati kesayangannya dan menangis bersama-sama dengan putrinya. Hatinya berbisik pilu dengan apa yang telah dialami oleh anaknya ini.
"Wahai putriku..." wanita tua itu berucap lirih, "Bukankah Ibu sudah berpesan padamu untuk segera pulang setelah kau membeli apa yang kita butuhkan? Mengapa kau tak mengindahkan pesan Ibu dan berlama-lama di kota itu?"
"Maafkan aku Ibu. Maafkan kesalahanku," ucap si gadis terisak.
Sang Ibu makin tak bisa menahan air matanya yang mengalir deras. "Tahukah kau anakku..., apa yang kau alami ini... pernah kualami bertahun-tahun yang lalu." ucapnya getir. "Apakah kau tahu..., bahwa dirimu pun lahir karena kesalahan Ibu yang membangkang pada nasehat Orangtua Ibu sendiri?"
Kata-kata Ibunya membuat si gadis terhenyak kaget.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar