Kamis, 10 Maret 2011

Si Pencari Data

Gadis berambut lurus sepunggung itu tampak asyik berada di depan layar komputernya. Beberapa kali dia tertawa kecil membaca pesan dari kawannya di dunia maya. Jari-jarinya tampak lincah mengetik huruf-huruf dari keyboard. Kedua matanya yang bulat dan berwarna hitam memandang layar tanpa berkedip sampe akhirnya... dia kepedesan sendiri.

free@book: "Hei..., sudah hampir jam setengah 4. Kamu tidak siap-siap pergi ke tempat temanmu?"
Tan_ti: "Eh..., iya, ya. Wah... padahal aku masih pengin ngomong banyak ma kamu :("

free@book: "Hahahaha..., :D udah..., sekarang siap-siap, gih. Ntar temenmu malah marah-marah karena kamunya telat."
Tan_ti: "Ah..., mereka marah udah wajar, kok. Lagipula, ada yang telatnya lebih parah dari aku."

free@book: "Siapa? Enjih?"
Tan_ti: "Bukan. Itu tuh..., si Budi."

free@book: "Temenmu yang bercita-cita jadi agen itu, ya?"
Tan_ti: "Iya. Agen nggak jels itu. Tp..., salut juga ma cita-citanya, sih. katanya..., dia pengin mbuka perusahaan yang membawahi banyak agen."

free@book: "Pffft..., wkwkwkw..., kau punya teman-teman yang unik, ya."
Tan_ti: "Saking uniknya, kami juga kadang-kadang nggak bisa nyambung satu sama lain. Eh..., udahan, ya. Aku mau pergi ke rumah Bayu."

free@book: "Oke, Non. Hati-hati, ya."
Tan_ti: "Iya, makasih :)."

"Huuft...," Lita menghela nafas panjang sambil mematikan aplikasi chattingnya. Setelah itu, ia men-shut down komputernya. Gadis yang sekelas dengan Bayu dan Enjih itu lalu mandi setelah itu ia memakai kaos putih lengan panjang yang dipadukan dengan rompi hitam dan celana panjang berwarna biru tua. Selesai bersiap-siap, ia pun keluar dari kamarnya.

"Ahh..." Lita bertemu dengan Ibunya di ruang tamu. "Ibu..., aku pergi ke rumah Bayu dulu, ya." pamitnya.

Wanita yang sedang asyik membaca majalah itu melirik ke arah Lita sedikit. Kemudian, ia membaca majalahnya lagi. Gadis itu terdiam melihat reaksi Ibunya. Dengan perasaan tak enak, ia melangkah gontai menuju garasi rumah dan mengambil sepedanya. Dikayuhnya sepeda warna hitam kinclong itu dengan enggan.

"Mengapa kau harus lahir...?! Mengapa kau harus memberi beban pada Ibu...!!"
Sorot matanya terlihat sedih mengingat kata-kata Ibunya beberapa waktu yang lalu itu.

Bukan keinginanku lahir dari rahim Ibu. Mengapa Ibu menyalahkan kelahiranku atas apa yang terjadi pada diri Ibu? Seandainya aku bisa memilih... aku pun juga tidak ingin lahir dalam keluarga seperti ini. klakson mobil di belakang membuatnya agak menepi ke jalan. Ibu... mengapa kau tak bisa menyayangiku?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar