Sabtu, 19 Maret 2011

Angin Tak Patah Semangat

Bayu mondar-mandir di halaman belakang rumahnya. Pemuda cepak berkaos biru dengan celana panjang warna hitam itu beberapa kali menge-cek makanan serta minuman yang tersaji di atas meja panjang. Hmmm..., es teh, ada. biskuit, ada. trus..., tempe gembus, ada. Setelah itu..., jeruk sama pisang, juga ada. Oke... oke..., sekarang dia nggak perlu resah karena semua makanan kesukaan beberapa kawannya sudah siap. Ehm..., lalu apalagi, ya? Oh, ya..., buku catatan sama perlatan nulisnya juga udah. Sekarang..., Bayu berhenti mondar-mandir. Ia diam, berpikir. Adik perempuannya, Nia, yang umurnya baru 10 tahun, cuma menatapnya dengan tatapan heran. Mungkin.., yang ada di pikirannya adalah... 'Kakaknya ini ngapain, sih? Dari tadi kok mondar-mandir mulu?' (^___^")

"Ting... Tong...!!!"
terdengar bunyi bel di luar rumah. Bayu langsung sigap. Ia berlari ke halaman samping rumahnya sampai membuat Nia kaget.
Pemuda itu tampak cekatan membuka pintu pagar halaman samping rumah yang langsung menembus halaman depan rumah (hayo..., kira-kira bisa membayangkan desain rumahnya apa nggak? (^___^)).

Wajahnya kelihatan sumringah ketika melihat Budi, Enjih, dan Rina sudah tiba lebih dulu. "Dari tadi aku nungguin kalian lho," ia tersenyum lebar. Wajahnya jadi terlihat menyenangkan jika sedang tersenyum seperti ini.

"Ah...., Bayu kangen sama aku, ya?" Enjih berlari-lari ringan dengan 'gaya' menggodanya yang khas.

Ekspresi wajah Bayu langsung berubah. "Mau kukarungin? Di rumah kebetulan banyak karung beras kosong lho," ucapnya dengan nada serta mimik muka yang mengerikan.

Enjih langsung tertawa dan berhenti tepat didepan dengan Bayu. "Sabar, bro," Dia menepuk pundak pemuda itu kemudian berjabat tangan dengannya. "Aku 'kan cuma bercanda." Ia lalu menambahkan. "Lagian..., kamu 'kan udah tau gaya bercandaku." imbuhnya dengan nada centil.

Bayu langsung membanting keras-keras jabatan tangan Enjih sampai pemuda itu meringis sakit. Anak sulung dari empat bersaudara itu langsung 'ngamuk-ngamuk' nggak karuan. Enjih yang tadinya pengin ngerutuki kawannya malah tertawa terpingkal-pingkal melihat ekspresi wajah Bayu yang jijay plus risih.

Budi dan Rani saling bertatapan. Keduanya terlihat ingi tertawa tapi takut Bayu makin marah-marah. Jujur saja..., lawakan Enjih pada Bayu sama sekali nggak berubah. Sekalipun Enjih tahu kalau kawannya ini nggak suka digodain seperti itu, tapi... dasarnya dia suka usil, tetep aja digodain seperti itu. (^___^")

"Kalian itu memang akrab sekali, ya. Aku jadi iri," giliran Budi yang meniru gaya Enjih tadi. Baru saja dia mau berlari kecil menghampiri Bayu tetapi dia langsung diam mematung di tempat gara-gara Bayu menatapnya dengan tatapan ingin membunuh.

Rina tertawa melihat keadaan ini. "Sudah, sudah. Kapan mau belajarnya kalau kalian dari tadi main melulu?"

"Salahkan dua unyil ini. Dari tadi mereka menggodaku melulu," ujar Bayu kesal.
"Ah..., kami 'kan cuma bercanda," tukas Budi dan Enjih bersamaan.

Bayu melotot ke arah mereka berdua.

"Oh, ya..., Lita dan Edo mana? Mereka belum datang?" Budi menatapnya.
"Baru kalian yang datang. Mungkin... mereka agak sedikit terlambat," jawab Bayu sambil memiting Enjih karena kawannya ini mulai merayu dia lagi. Enjih sendiri tertawa terpingkal-pingkal karena sikap Bayu.
"Hoooo..." Budi dan Rina ber-koor secara serempak.

Namun..., tak sampai lima menit. Kedua orang yang dibicarakan datang bersama sepeda mereka. Bayu terlihat senang karena kawan-kawannya telah berkumpul. Setelah ber-haha-hihi sejenak karena sudah lama tidak pernah bertemu (padahal..., mereka cuma nggak ketemuan selama seminggu!!) Keenam anak itu pun pergi menuju ke halaman belakang rumah Bayu yang luas. (Maklum..., halaman belakang rumah Bayu itu kebon luas yang ditanami berbagai macam pohon buah dan sayur-sayuran (^___^). Lebih enakan ngumpul di tempat itu daripada di tempat lain. Soalnya... anggaran terbatas).

Enjih berlari mendahului kawan-kawannya. Dia tampak paling senang sendiri karena tempe gembus kesukaannya sudah dihidangkan. Si Edo mengelus-elus perutnya. Perutnya udah lapar minta diisi buah atau roti. Lita sendiri kelihatan cerewet mengomentari keadaan si Budi yang dari dulu nggak pernah berubah, tetap ceking (kurus kering). Rina bercakap-cakap dengan Bayu, membicarakan masalah anggaran kelompok yang makin menipis.

Begitu mereka sampai di halaman belakang dan duduk di tempat masing-masing, mulailah mereka berdiskusi bersama sambil mecomot makanan yang ada di atas meja. Rina mengeluarkan notebooknya serta beberapa artikel yang sudah ia gunting. Lita mengambil pena serta buku catatannya. Edo, hmmm... yang ini juga jelas mengeluarkan laptop serta modemnya. Nah... mereka bertiga mulai sibuk merancang apa yang akan mereka rencanakan bersama si Bayu.

Lha..., Budi sama Enjih... (^___^")..., ehm... keduanya seperti penggembira aja dalam kelompok itu. Eits..., tapi jangan salah, mereka berdua itu justru punya 'tugas' yang paling penting, lho... (^___^), yaitu... 'petugas lapangan'. Hehehehe..., yang jelas bukan motongin rumput lho.

-> Next episode..., Kasus 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar