Sabtu, 30 Oktober 2010

Senandung Malam Api

Malam ini, Thyan pergi bersama dengan Li, putera Ibu asramanya, ke pasar malam yang ada di kota. Thyan memakai pakaian lengan panjang berwarna putih, begitupula dengan warna celananya. Sementara itu, Li memakai pakaian lengan panjang berwarna hitam dengan pakaian luar tanpa lengan berwarna putih. Di pinggangnya terikat sebuah kain berwarna hitam. Mereka berdua menyusuri jalanan kota yang ramai dengan kerumunan orang-orang yang sedang menonton pasar malam.

"Apa tidak apa-apa untukmu, Li?" Thyan memandang pemuda itu dari belakang. "Ibumu marah tidak?"

Li tersenyum, "Ibu tidak marah, kok. Ayah juga biasa saja ketika aku minta ijin untuk pergi ke pasar malam. Jadi..., kau tenang saja. Jangan khawatir."

"Hemm..., Kakak-kakakku akan cemburu padaku karena sikap keluargamu padaku," ujar Thyan sambil memandang kiri-kanannya.

Li tertawa lepas mendengar kata-katanya. "Apa boleh buat. Yang paling lama ikut kami 'kan kau." Pandangan Li tertuju pada sekelompok orang yang tengah ber-akrobat. "Hei...!! Kita lihat itu, yuk," Li menarik tangan Thyan dan mengajaknya untuk menonton permainan akrobat.

Thyan tidak bisa menolaknya. Langkah kakinya sedikit terseok-seok mengimbangi langkah kaki Li yang begitu cepat. Li sedikit memaksa masuk di antara kerumunan orang-orang. Ia lalu mencarikan tempat yang bagus supaya mereka berdua bisa menonton pertunjukan akrobat itu tanpa halangan. Seorang laki-laki menyemburkan api yang sangat besar hingga membuat seluruh penonton terpukau. Para penari akrobat jalanan itu tampak lihai membuat nafas penonton tertahan. Mereka begitu ahli dalam mempermainkan kertertakjuban orang-orang di sekitarnya. Li ternganga kagum ketika salah seorang dari penari itu bisa menangkap penari lain yang meloncat dari salah satu papan kayu. Thyan sendiri cuma diam menyaksikan pertunjukan akrobat itu. Hatinya merasa sedikit resah dan galau mengingat semua kebaikan keluarga Li padanya.

Keluarga Li merupakan keluarga yang terkenal biasa menampung anak-anak terlantar di kota. Yah..., mereka termasuk keluarga kaya, sih. Nah... di tempat penampungan atau disebut juga asrama, anak-anak terlantar biasanya dididik dan diberi pengarahan supaya mereka bisa hidup mandiri. Ibu Li dulunya merupakan seorang seniwati yang hebat sehingga dia mengajarkan keahliannya dalam menari kepada anak-anak asuhnya. Sedangkan Ayah Li yang merupakan seorang pedagang, mengajarkan cara menulis, membaca serta berhitung pada mereka yang kurang mampu ini. Thyan sendiri sudah diasuh dalam keluarga ini semenjak umurnya lima tahun. Sekarang..., umurnya menginjak enam belas tahun. Sudah sebelas tahun dia berada dalam keluarga ini dan berteman akrab dengan anak-anak mereka. Dan..., yang paling akrab berkawan dengannya ya... si Li ini...

Begitu banyak yang telah mereka berikan padanya hingga Thyan yang dulunya tidak punya apa-apa, sedikit demi sedikit mulai bisa berdiri sendiri. Thyan merasa berhutang-budi pada mereka. Karena itu, jika Li ataupun keluarganya yang lain bersikap baik padanya, itu justru membuatnya merasa rikuh sendiri. Bagaimanapun juga..., dia cuma orang luar, bukan keluarga mereka seutuhnya...!!

"Hei... tadi Kak Shan berpesan padaku supaya besok kamu datang lebih pagi dalam latihan," Li menoleh ke arah Thyan.

Thyan tersentak dari lamunannya. "Kak Shan menyuruhku datang lebih pagi?" ia mengerutkan dahinya.

Li mengangguk pelan. "Katanya... ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

Gadis itu makin bertambah heran. "Siapa?"

"Entahlah," Li menggedikkan bahunya. "Tapi..., katanya sih orang penting."

Gadis itu semakin tanda tanya. Pandangannya teralih sejenak ketika ada sekawanan prajurit merusak kerumunan orang-orang yang tengah menonton akrobat. Seluruh orang tampak 'kocar-kacir' karena gangguan prajurit kota. Mereka segera menyingkir, mempersilahkan seorang petinggi untuk lewat. Suara langkah kaki kuda yang gagah terdengar mendekati para pemain akrobat yang diam mematung di tempat masing-masing. Seorang Pria berambut hitam pendek dan memakai baju dinasnya lengkap, memandang tajam ke arah para pemain akrobat itu. Raut wajahnya tampak menyiratkan kemarahan serta kegeraman tersembunyi.

Thyan terperangah melihat Pria yang duduk dengan tegap di atas kuda hitamnya. Ia mengenali Pria itu...!! Dia merupakan salah seorang pengunjung rutin sanggar!! Li sedikit mundur ke belakang ketika beberapa prajurit menyuruhnya untuk mundur.

"Bukankah kemarin aku sudah mengatakan pada kalian untuk tidak beratraksi di sini?!" nada suaranya meninggi tajam dengan suara berat yang khas.

Para pemain akrobat itu gemetar ketakutan mendengar kata-kata Pria itu. Mereka tertunduk takut dengan tubuh menggigil pelan. Thyan memperhatikan Pria pujaan hatinya dengan seksama sampai tidak menyadari kalau Li menarik tangannya dan mengajaknya untuk pergi dari tempat itu.

"Ayo pergi," ajak Li setengah berbisik.

"Kenapa harus buru-buru?" protes Thyan. Ia tak mau meninggalkan tempat ini cepat-cepat.

"Kata Ayahku, tidak baik berlama-lama di tempat yang banyak prajuritnya. Bisa-bisa kita kena tuduhan yang tidak-tidak," Li menarik Thyan dan berjalan menjauhi kerumunan secara perlahan-lahan. Tanpa disengaja, tatapan Thyan dan Pria itu kembali bertemu. Kali ini, sangat jelas bagi Pria itu untuk mengenali Thyan dan Pemuda yang mengajaknya pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar