Kamis, 17 Februari 2011

Si Pengelana Bebas

Sesosok Pemuda kurus, jangkung, serta berambut pendek (di sekolah nggak boleh berambut panjang), tampak santai tiduran di bangku taman sambil mendengarkan musik lewat Headsetnya. Kaki kirinya yang berada di atas kaki kanan, menghentak-hentak di udara. Bibirnya mengikuti lirik dari musik yang didengarnya sementara kedua tangannya bergerak-gerak di udara, mengikuti irama musik.

Beberapa orang yang lewat dan... ada beberapa juga yang sedang nongkrong di taman kelurahan, memandang pemuda berjaket hijau dan bercelana panjang biru itu dengan pandangan aneh. Mereka merasa heran, ada juga orang 'se-pede' itu di wilayah publik macam ini. (hmmm..., memang sih..., (^___^") dia cuek bebek dengan lalu-lalang orang-orang di taman kelurahan). Gayanya mirip seperti anak bebas yang nggak punya sopan santun. Tapi, sebenarnya...

Ponselnya berdering ringan. Nada dering smsnya.... Assalammu'alaikumnya opick?? Beberapa orang melongo mendengar itu. Sebentar, sebentar, mereka ini nggak salah denger 'kan? Pendengaran mereka masih bagus 'kan? Lho... tapi anak seperti itu, kok... punya lagi religius macam itu?? beberapa orang saling berpandangan dengan heran. Ah...!! Tau deh...

From: Bayu
'Enjih..., ntar jadi lho..., dateng ke rumahku jam empat sore. Awas kalau kamu nggak dateng! Besok di sekolah bakal aku cekokin sama tempe gembus pesenanmu!'


Enjih atau yang memiliki nama asli Adi Pratama Bimakusumo, terkekeh ringan membaca sms dari sahabatnya, Bayu. Dengan segera, dia membalas sms Bayu.

From: Enjih
'Hahahaha..., jadi tempe gembus pesenanku jadi dibeliin, toh? Wah..., oke2, ntar abis sholat ashar aku ke sana, deh. ^__^
Thanks, Bayu sayang.'


Enjih tertawa-tawa sambil duduk di bangku taman. Ia yakin, sahabatnya ini pasti marah-marah gara-gara dipanggil 'sayang'. Bayu pasti jijay plus merinding dengan kata-katanya itu. Tak berapa lama ponselnya berdering lagi.

From: Bayu
'PREEETTT...!! Risih aku, kamu panggil sayang-sayang. Mending si Juwita yang manggil aku sayang. Masih toleran. Kalau kamu, Hiiiii..... sumpah! Jijay banget!'


Enjih tertawa terpingkal-pingkal membaca balasan dari kawannya sampai-sampai beberapa orang memandangnya aneh. Sinting kali nih bocah?? Setelah itu..., Enjih mengambil tas selempangnya dan memakai sepasang sepatunya yang... kayaknya sudah dekil. (-___-"). Hmmm..., Orangtuanya udah sering berkoar-koar supaya sepatu itu dibuang tapi, Enjih nggak mau membuangnya, alesannya, itu sepatu yang paling dia... kasihi??

Enjih beranjak dari tempatnya duduk, menuju Masjid kompleks rumahnya untuk sholat Ashar berjama'ah. Memang..., waktu sebentar lagi memasuki waktu Ashar. Dia pun bernyanyi ringan. Dan... lagu yang dinyanyikannya..... Lagu religius???? Orang-orang benar-benar ndlongop menyaksikan tingkah anak itu. Hmmm...., dandanan boleh mirip kayak preman tetapi... hatinya ternyata...

Enjih atau Adi Pratama Bimakusumo, lahir dari pasangan suami-istri Rahmat Bimakusumo dan Lastri Endah Ningtyas. Ayahnya, Pak Rahmat, bekerja di Dinas Kepolisian. Sedangkan Ibunya, Bu lastri, merupakan Guru Kewarganegaraan di sebuah SMA Negeri ternama di mana... disitu Enjih juga bersekolah. O, ya..., kenapa kok Adi bisa dipanggil Enjih? Itu... karena... dulu waktu kecil, dia terbiasa bilang 'Enjih, Enjih' kalau diperintah Bapak-Ibunya.

Ayah Enjih cukup protektif pada ketiga anaknya (kedua adik Enjih juga laki-laki). Beliau sama sekali tidak mau kalau ketiga anaknya jadi seorang pemberontak dan suka seenaknya pada Orangtua. Karena itu, beliau menerapkan disiplin yang lumayan keras kepada ketiganya. Sampai-sampai, dulu waktu kecil, Enjih jadi ketakutan sendiri kalau berbuat salah sedikit.

Namun, sikap keras Bapaknya itu lama-kelamaan berkurang seiring anak-anaknya tumbuh besar. Paling-paling, kalau Enjih misalnya melanggar disiplin jam malamnya, dia akan disetrap di depan rumah, diceramahin macam-macam selama satu jam terus... baru dibolehin tidur. Nah..., Setelah mereka berdua masuk ke rumah, giliran Bapaknya yang diomelin Ibunya di dalam kamar. Karena..., Yah... biasa, Ibunya nggak setuju kalau Ayahnya terlalu 'parno' sama Enjih. Lagipula, Enjih 'kan laki-laki, beda dengan perempuan. Hmmm..., Bapaknya memang pengin banget punya anak perempuan sih...
(Lho..., apa hubungannya? (^___^"))

Sementara Orangtuanya sibuk bertengkar, Enjih masuk ke kamarnya tutup telinga dan.... tidur (^___^). Bagi dia... males banget kalau harus ngedengerin Ortu bertengkar. Toh..., ujung-ujungnya pasti Orangtuanya.... baikan lagi.

Enjih bersenandung ringan, menyanyikan lagu 'Taffakur'-nya opick. Dia kelihatan menghayati banget. Sampe-sampe, beberapa Bapak-bapak yang mau pergi ke Masjid geleng-geleng kepala. (^__^)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar